Rabu, 21 Desember 2011

Pesan Seorang Ibu

     “Dulu, ketika aku menikah, tidak pernah berpikir punya anak seperti apa, gimana jaganya, biayainya sekolah hingga lulus kuliah nanti… tapi kujalankan saja…

Ketika melahirkan dirinya, hampir diriku menyerah, tapi demi melihatnya lahir ke dunia ini, tumbuh besar dan menjadi anak yang berguna, aku terus berjuang, walaupun harus berkorban diri ini demi kehadiran dirinya di dunia ini…

Dia telah lahir ke dunia ini, pertama kali melihatnya, ada perasaan bergejolak di diriku, aku terharu dan bangga sekali bisa membawanya ke dunia ini, aku berjanji, apapun yang terjadi, gimanapun susahnya hidup ini, anak ini harus kubesarkan dengan kedua tanganku…

Tidak mudah untuk membesarkan dirinya, dia bandel sekali ketika kecil, suka bermain lupa waktu, berteman dengan anak-anak nakal, tidak mau makan, susah disuruh mandi, susah dibujuk tidur waktu malam hari, kadang dia marah dan bentak padaku, kadang dia mengejekku, kadang juga dia menghinaku…

Ketika besar, dia merasa diriku terlalu membatasi dirinya, ini tidak boleh, itu tidak boleh, dia juga merasa aku terlalu kolot, ketinggalan jaman, tidak mengerti apa maunya, tidak setuju terhadap setiap kelakuannya…

Kadang sakit hati sekali diriku ini, tapi ingat ketika pertama kali menggendongnya, ketika melahirkannya, semua sakit ini hilang seketika… dia adalah anakku, anak kesayanganku…

Aku telah berjanji akan membesar dirinya, apapun yang terjadi, rintangan apapun yang kuhadapi, karena dia anakku… Harapanku besar kelak dia bisa menjadi anak yang berguna… Aku cinta padamu, anakku…

Karena kau lah, yang memberikan kekuatan pada diriku, membuatku mau bekerja keras pagi-siang-sore-malam, tidak takut akan sakit, derita.. Karena kehadiran dirimu lah membuat diriku ada artinya, bisa membesarkan dirimu dan mendengarkanmu memanggilku IBU, sungguh senang rasanya hati ini…

Aku tidak berharap banyak, hanya suatu saat, ketika dirimu sudah besar, kamu dapat menjadi anak yang baik, bisa hidup yang enak. Ibu mungkin sudah tua, tidak bisa hidup lama lagi, badanku ini sekarat, kerutan muka sudah banyak, perjalananku tidak lama lagi.

Anakku, jika kamu bekerja keras, tidak perlu sampai memberikan rumah yang bagus, uang yang banyak, semuanya itu untuk dirimu saja. Ibu hanya berharap kamu mau menyisihkan sedikit waktumu untuk menemani masa-masa tua ibu, bisa disamping ibu dan ngobrol dengan ibu, itu sudah lebih dari cukup…

Ibu Bangga denganmu, nak, mungkin tidak pernah terucap lewat kata, tapi ini ibu rasakan dari lubuk hati yang dalam… Maafkan jika selama ini ibu pernah marah denganmu, memukulimu, melarangmu ini itu, semua ini demi kebaikanmu, nak…

Ibu Cinta padamu… dari dulu, sekarang, dan selamanya…”
 
**Catatan lepas tak bersumber.
»»  READMORE...

Sabtu, 17 Desember 2011

Menjemput Senja

  Peralihan waktu dari malam, menjadi pagi, pagi beranjak siang dan siang pun akan menjumpai senja sebelum kembali kepada awalnya adalah ibarat perjalanan hidup manusia.
Aku lebih suka memulainya dengan malam karena dalam agamaku banyak kejadian besar itu terjadi di malam hari, sebut saja Isra’ Mi’raj, Hijrah nabi Saw, Lailatul Qadar dan kejadian-kejadian lainnya, sesungguhnya malam lah awal dari sebuah perjalanan menurutku.
Ini ibarat sebuah siklus kehidupan yang kita jalani, dari hanya air mani menjadi janin kemudian seiring waktu kita menjadi bayi yang lahir sempurna ke dunia dengan perbedaan alam dan setelah itu kita menjalani masa pertumbuhan usia balita, anak-anak kemudian masa remaja beranjak menuju dewasa dan akhirnya masa tua, masa tua adalah masa kita kembali kepada anak-anak, pola tingkah kita menjadi tingkah anak kecil bahkan jika sudah semakin tua tak heran kita kembali kemasa balita, tidak bisa mandiri tentu membutuhkan bantuan orang lain, tidak bisa mandi sendiri karena sendi sudah tak kuat lagi, dan banyak hal lainnya yang tak mampu kita lakukan karena kita telah renta, kembali kepada awalnya yangmana kita membutuhkan orang lain.
     Tapi, kali ini aku tak ingin bercerita tentang malam itu kemudian pagi dan siang, aku ingin mengejar senja saat ini, karena aku akan branjak kesana, panas teriknya matahari ibarat hidup yang telah kujalani, perjalanan dari satu terminal ke terminal lainnya bukan hal mudah bagiku, ada sisi gelap dimana aku harus meminta lentera dari keluarga dan teman-temanku, ada sisi hujan yang mana aku harus mencari tempat berteduh karena ku tak mampu membeli payung, namun ada sisi dimana aku dapat berbagi sesama, satu episode kehidupan dan episode yang lainnya telah kujalani, hingga kini dan sebentar lagi aku akan bertemu dengan senja.
    Panasnya terik matahari itu adalah syarat utama untuk bertemu dengan senja, pahit getirnya kehidupan yang telah kujalani, menjadikanku tumbuh dalam episode yang hampir tak berarah, tidak mungkin kita akan menemui senja jika kita tak mau menerima panasnya matahari disianghari, atau derasnya hujan mengikuti aturan tuhan dan sunnah alam, tidak ada di dunia ini manusia yang datang dengan sebuah kesuksesan atau sebuah kegagalan tanpa melalui proses yang ada, dan tahapan proses tersebut kembali tak ubah seperti masa yang kita jalani sehari semalam. Episodeku ini adalah episode yang menentukan bagaimana aku harus menghadapi malam hari nanti, episodeku kali ini adalah suatu yang harus benar-benar kujalani demi sebuah senja yang indah dipandang, aku ingin mendapatkan senja dengan omega merah di ufuk barat langit biru, membentuk sebuah pemandangan yang menakjubkan mata dan itu harus kulalui dengan teriknya matahari, mustahil aku akan mendapatkan senja yang indah jika harus memilih mendung untuk menemaniku dalam episode ini.
    Ya…akhirnya aku tiba pada masa itu, masa yang telah kutunggu dari malam menjelang pagi hingga siang dan saat ini aku hampir tiba masa untuk menjemput senja, aku tak sabar menjemput senja yang begitu menawan, walau diriku belum terlalu siap, namun aku akan bertemu dengannya, aku harus menjemput senja, jika aku telat sedikit saja maka selamanya aku tak akan pernah menemukan senja itu, iya pergi, berlalu begitu saja tanpa bisa kembali lagi, sperti umur yang semakin bertambah dan tak dapat kita kembalikan, aku benar-benar ingin segera menjemput senja, karena semua proses telah kujalani, walau tak sempurna seperti yang kuharapkan namun aku menjalaninya sesuai proses yang ada, tak lama lagi pertemuan yang kunanti akan berakhir dengan sebuah senja yang indah, iya… aku akan menjemput senja dan senja itu kunamakan Taqiyya.
Ufuk barat yang memerah dengan pesona matahari yang akan beranjak meninggalkan peredarannya, matahari yang selalu melaksanakan titah tuhannya, matahari yang telah menyinari alam ini turut membantuku dalam meraih senja itu, tanpa matahari mungkin aku tak akan pernah dapat menjemputnya…
Selamat datang senja, semoga rona merah dan warna jingga di permadani langit biru menemani salah satu perjalanan hidupku. Amin

 


Menjemput senja dan senja itu kunamakan Taqiyya

01.22
Dini hari, kampung 10
Untuk mu Ghaitsa Taqiyya
»»  READMORE...

Kamis, 15 Desember 2011

Mangkuk yang Cantik, Madu dan Sehelai Rambut


Rasulullah SAW, dengan sahabat-sahabatnya Abakar  r.a.,  Umar r.a., Utsman r.a., dan 'Ali r.a., bertamu ke rumah Ali r.a.  Di rumah Ali r.a. istrinya Sayidatina Fathimah r.ha. putri Rasulullah  SAW menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah  mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu  itu dihidangkan sehelai rambut terikut di dalam mangkuk itu. Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai    rambut).
   
Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini,  orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut".
   
Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
   
Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini,  orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini,  menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai  kembali pulang ke rumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai  rambut".

Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah  mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yang tak pernah dilihat orang lain  kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai  rambut".
   
Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat  taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan  ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
   
Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih  cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan  waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
   
Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang  cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan  menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
   
**Catatan dari Negeri seberang


  


»»  READMORE...

Senin, 12 Desember 2011

Sebuah Ikatan Tak Berwujud

    Mengikat sesuatu adalah salah satu cara agar dapat menguatkan, mengencangkan, memastikan, menenagkan dari keraguan dan lain-lain karena ikatan itu sendiri memiliki makna yang kuat bagi yang mngikatnya.

Macam ragam ikatan menjadi sebuah simpul yang menarik, simpul mati, simpul kursi, simpul laso dan lain-lain, kadang ada ikatan yang sangat carut marut namun sangat mnguatkan, ada juga yang simple dan mudah dilepaskan, tergantung berapa ikatan yang diperlukan untuk mngikat sesuatu.
Namun kali ini saya tertarik degan sebuah ikatan yang telah terikat dan yang sedang saya ikat, tentu saja ini bukan ikatan tali sperti yang saya katakan di awal tadi.

Ikatan bathin antara ibu dan anaknya ini adalah ikatan terkuat menurut saya, walau saya berbicara tanpa data yang valid, namun apa yang saya rasakan dan ibu saya rasakan itu bisa ditangkap, jika ibu saya sakit selalu saja saya menelponnya, tentu saya rasa semua kita memliki ikatan itu, walau terkadang kita kurang peka degan ikatan itu, ikatan yang sudah dimulai sejak dalam rahim ibu, ikatan plasenta yang menyuplai makanan untuk kita ketika janin, namun setelah beda alam, ikatan itu pun berubah bukan berwujud malah menjadi ikatan tak berwujud, mungkin ini adalah wujud dari ikatan bathin mnurut saya. ikatan ini sangat kuat, bisa dirasakan namun terlalu abstrak untuk menggambarnya, jadi jangan heran jika antara ibu dan anak selalu saja ada kontak bathin yang tak dapat dirasakan oleh orang lain :)
Tentu ini juga berlaku pada ayah, walau mungkin ikatan tersebut tak skuat ikatan ibu pada anaknya.

    Ikatan karena hubungan darah juga ikatan kuat menurut saya, namun terkadang kekuatan ikatan itu belum sepenuhnya dapat mengikat, tergantung mereka yang mengikatnya, karena banyak kita temukan bahwa ikatan ini juga bisa lepas, jika ada yang melepasnya, ikatan ini dibentuk dari dua yang saling mengikat bukan satu yang mngikat, jika tanpa kata "saling" maka boleh jadi ikatan ini akan lepas atau bahkan hilang.

    Ada lagi ikatan yang terkadang lebih kuat mnurut saya daripada ikatan sebuah keluarga atau sodara, ikatan bathin antara suami istri, menurut saya ikatan ini adalah ikatan yang sangat tergantung bagi keduanya, kemana dan bagaimana ia mengikat, jika salah mengikat tentu akan berdampak negatif apalagi jika salah satu dari mereka melepaskan ikatan, maka ikatan ini sperti tidak ada apa-apanya, banyak ikatan dan simpul yang dibentuk oleh sepasang suami dan istri dapat melahirkan ikatan-ikatan baru yang menjadi pengokoh atau penguat dari ikatan itu sendiri, ikatan ini tentu belum bisa saya fahami sepenuhnya karena ikatan ini belum saya jalani :)

    Terakhir, saya ingin sedikit merenungi apa itu ikatan cinta dijalan allah, ikatan yang dibentuk tanpa ada rasa pamrih, tanpa rasa harap balasan, ikatan kasih sayang benar-benar karena allah, ikatan ini juga tidak berwujud, bahkan sangat sulit untuk menggambarnya, iapun memliki tingkatan pada setiap insan, tidak semuanya sama, tergantung apa yang ia bangun dan ikat pada tuhannya, saya jadi teringat sebuah kisah sahabat rasulullah Saw, ikatan antara kau muhajirin dan anshar, ikatan yang dibentuk oleh rasulullah dalam madrasah tarbawiyah, ikatan madrasah rasulullah, saya teringat akan kisah Sa'ad bin Rabi' ** yang mungkin jarang kita dengar namanya, beliau adalah sahabat dari anshar yang disaudarakan dengan Abdurrahman bin 'Auf, seorang sahabat yang sangat kaya raya dari kaum muhajirin namun ketika berhijrah tidak membawa bekal apapun kecuali yang dibadannya. lihatlah bagaimana Saad bin Rabi' memberikan apa yang sangat ia cintai, lihatlah bagaimana Saad bin Rabi' mencintai saudaranya, ikatan antara dua sahabat dijalan allah Swt. Demi kecintaan Saad Bin Rabi' kepada saudaranya dan golongan Muhajirin, beliau telah mengatakan kepada Abdul Rahman demikian antara lainnya, "Saudara, ketahuilah bahwa saya adalah seorang Ansar yang banyak harta, dan kiranya saudara sudi, ambillah separuh dari kekayaan saya itu. Saya juga mempunyai dua orang isteri dan kiranya Saudara sudi mana satu antaranya, saya bersedia menceraikannya supaya saudara boleh mengawininya. Mendengarkan kata-kata sahabatnya itu Abdul Rahman Bin Auf seraya menjawab, "Saudaraku, semoga Allah akan memberikan berkat terhadap keluarga dan hartabenda saudara. Janganlah disusahkan tentang din saya ini, yang penting bagi saya ialah kiranya saudara sudi menunjukkan saya jalan menuju ke pasar.

Mereka-mereka inilah yang telah tampak di dunia akan bau surga, contoh seperti mereka lah yang dapat kembali bersama dihari akhir nanti sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah ta’ala,

“الْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ”.

Artinya: “Teman-teman karib pada hari itu (hari kiamat) saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa”. QS. Az-Zukhruf: 67.

   Inilah salah satu contoh dari ikatan di jalan Allah, ikatan karena mahabbah kepadaNya, tidak ada rasa yang melebihi ikatan ini, andaikan saja ikatan ini dapat kita jalani dalam kehidupan kita, niscaya kedamaian ada dalam sanubari setiap manusia. ikatan inilah yang menurut saya harus kita miliki, apalagi ketika kita menjadi ayah bagi anak-anak kita, menjadi suami bagi istri kita, menjadi ibu bagi anaknya menjadi istri ntuk suaminya, karena ikatan mahabbah ini akan melipatgandakan ikatan wijadni lainnya.

Inilah ikatan yang tak berwujud itu, lebih kuat dari ikatan yang ada dan berwujud, ikatan wijdani yang lahir karena mahabbah kepadaNYa,

لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لاَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ . رواه البخارى ومسلم

Tidak beriman salah seorang dari kamu sekalian, sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini adalah puncak dari ikatan wijdani yang teragung, semoga kita semkin mampu untuk mencintai saudara kita seperti kita mencintai diri kita, dan semoga kita semakin istiqamah dalam membangun ikatan demi ikatan hingga semkin kuat dalam mahabbahNya. Amin

**Zaid bin Tsabit r.a. menceritakan bahwa pada perang Uhud, Rasulullah Saw menyuruhnya mencari Sa'ad bin Rabi'. Rasulullah Saw berkata, "Kalau kamu bertemu dengannya, sampaikan salamku untuknya dan tanyakan kabarnya."

Zaid menemukan Sa'ad bin Rabi' sedang sekarat karena terkena 70 luka tusukan tombak, sabetan pedang, dan lemparan anak panah. Kemudian Sa`ad berkata, "Katakan kepada Rasulullah bahwa aku benar-benar telah mencium wangi surga. Katakan juga kepada kaumku Anshar agar mereka jangan khawatir jika telah mengikhlaskan diri kepada Rasulullah Saw. dan sesungguhnya mereka telah berada di ujung perjalanan." Akhirnya Sa'ad bin Rabi' menghembuskan nafas terakhirnya. (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Wallahu a'lam

***Tulisan kecil apa yang dirasakan saat ini.
    Ba'da Shubuh, Masakin Saqr Quraiys


»»  READMORE...

Minggu, 11 Desember 2011

Tsamrah Sentul

Jika kita ke pasar, kerap kali menemukan buah sentul (boh Setui) yang mungkin saat ini menjadi buah kelas menegah ke bawah, jangankan dibeli mungkin dilirikpun tidak, karena daya tariknya memang jauh dari standar, bulat dan kuning bahkan terkadang me  "puree" menjadikan statusnya hanya pelengkap penderita dalam rujak, kalau ada, maka hamdalah tidak adapun tidak mengapa..heheh

Tapi tunggu dulu!!  Tsamrah sentul ini akan menarik dan jadi primadona di kampus Oemar Diyan, jika musim tiba, maka ia laksana Justin Bieber (hehe) bagi santriwati dan Nikita Willy bagi santriwan (hehe nyoe lebay bacut beh), selalu dilirik siapapun yang melewatinya, tak kenal siang atau malam, bahkan ada yang mencuri-curi pandang agar bisa menikmatinya..ya..tsamrah sentul OD namanya. Ia akan selalu berbeda dengan milyaran sentul di dunia, karena ia sang primadona.

Saya lupa pastinya, kapan saya pertama sekali makan sentul, tapi saya tak akan pernah lupa dimana pertama kali saya jatuh cinta pada tsamrah sentul, tidak lain tidak bukan hanya di kampung damai saya Oemar Diyan. Tahun 1997, seingat saya ada dua pohon sentul besar yang menjadi payung hidup bagi santri oemar diyan dari sinar matahari yang menyengat dan juga derasnya hujan, pohon pertama dekat sungai putra, samping mess asatiz dan yang kedua ada di depan kantor administrasi saat ini yang telah menjadi saksi bagi ribuan kaki yang mendaftar ke Oemar Diyan. Tentu siapa saja tak akan mampu melupakan pohon kedua ini, ia tegap di depan diwan semi permanen itu , laksana payung raksasa, rimbun daunnya membuat ia semakin berwibawa, tidak kurang dengan kursi dan meja yang saat ini telah di pugar oleh ust Nazarriyadi. Saya yakin jika sentul ini tumbang maka kantor itu ibarat tangan yang hilang jempolnya (ga bisa sms lagi) hehe

Ouupss...saya lupa, ada satu lagi pohon primadona itu tepatnya daerah dapur saat ini, cuma ini kawasan jilbaber jadi kami para pecier jarang kesana apalgi hanya ntuk malirik primadona ini...:). Jadi pohonnya ada 3 ya :D

“Ustaaaadddd.....ana urid sentul...kalimat yang sering dilontarkan mereka yang sudah kelas 3 ke atas, maklum mereka sudah manja dengan ustadnya dan bahasa arabnya juga khalas tsiqah.

Amat disayangkan bagi santri baru, mereka masih takut dengan ust, apalagi yang namanya Ust Ri’ayah. So.. hanya dapat gigit jari and yaqul ila shahibihi...eh, intadhir faqat bakdin lau mafi ustad, narmi bil hajar na’am au maza faqat, al muhim yaskut :D hehee

Adajuga kalangan yang lebih elit, mereka biasanya santri aliyah, tentu mereka sudah hafal jadwal asatiz nya, tidak heran jika mereka lebih banyak mendapatkan sang primadona, dengan berbagai cara. Tentu bagi anda yang pernah makan sentul ini anda akan ingat degan cara apa anda mendapatkanya...:D hehe

Pohon tsamrah sentul selain primadona, menurut saya juga mempunya kekuatan magis, yaa...walaupun sulit dipercaya sih,  tapi tentu ada sebabnya, boleh saja kita teliti kalo buahnya sedikit maka santri yang daftar juga sedikit, kalo buahnya banyak maka santrinya juga banyak, hehe ( lheh betoi lheh han ) :D

                            Ohhh Tsamrah sentul...avacadabra…

Menyedihkan, saya lupa kapan pohon sentul di sungai itu meletakkan jabatannya, mungkin ada teman yang dapat mngingatnya karena ia bagian dari sejarah kita dan kami. Saya lebih suka dengan sentul di samping sungai karena ia lebih akrab dan bersahabat dengan diri saya dan saya rasa semua anggota asrama sabilillah pasti sering meminta bantuannya.
Hal yang menarik untuk dikenan; jika musim sentul datang, maka anda akan selalu mendapatkan santriwan lalu lalang di sungai, bahkan bagun subuhpun sentul dulu sepertinya yang di ingat, hehe (khusus santri baru yang baru jatuh cinta sama ini pohon), sudah pasti pemenangnya adalah mereka yang bangun duluan, tapi nasib juga bisa merubah anda, karena tsamrah sentul; diatas dan untuk semua golongan :D Walaupun tak sempat berphoto-photo dengannya, tapi aku ingin katakan ternyata aku sudah jatuh cinta pada pohon ini...cinta yang kurasakan ketika ia telah menjadi kenangan, cinta yang sulit di artikan :D

Tahun ini sepertinya tidak banyak buahnya, mungkin tsamrah sentulnya sudah bosan berbuah, karena santrinya sudah terbiasa dgn kfc, anggur, melon, durian dll...
Hingga melupakan sang primadona ini, atau ia sudah terlalu tua hingga tidak memancarkan lagi aura kecantikannya, tapi bagi kami yang sempat mencicipinya,  tsamrah sentul ini lebih dari anggur yang ada saat ini, karena sudah terbukti...ntah berapa kali kami makan anggur tapi tetap saja sperti biasa, tapi jika makan sentul maka seluruh memory seakan dibawa kembali berjalan bersama sentul itu.

‘alakullihalllin...tsamrah sentul OD tiada duanya, masing-masing kita memiliki kisah yang berbeda tentunya, tapi saya yakin, tetap saja kita akan mengatakan tsamrah sentul OD emang berbeda...top markotop dalam kenangan.
  
jika anda yang suka sentul...semoga suatu saat nanti, kita adakan reuni akbar dan sentul tersebut juga mau berbuah lagi untuk kita-kita ini, Amin…


»»  READMORE...

Sabtu, 10 Desember 2011

My love Oemar Diyan


Aku mencintaimu, begitu juga kita dan mereka

Banyak tulisan yang maksudnya tidak baik namun dikemas dengan kemampuan menulis yang baik, menjadikan pembaca tertegun dan merasakan makna tulisan itu begitu baik dan sebaliknya, maksud yang baik jika dikemas dengan kemasan yang tidak baik terkadang pembaca akan menafsirkan dengan hal tidak baik.

Saya bukanlah penulis yang baik, karena tulisan saya tak pernah dimuat dimanapun, tapi saya ingin mengatakan yang baik dan semoga tulisan saya ini tidak diartikan degan tafsiran yang tidak baik.

Sahabat…
Tulisan sederhana ini hanyalah buah pikiran yang saya yakini, pikiran ini juga terwujud dalam benak sahabat semua. Satu pikiran yang terlahir dari tanggapan teman-teman terhadap lingkungan dimana saya pernah belajar- mengajar, DAYAH OEMAR DIYAN.

Tahun 1997 saya memulai pendidikan di dayah tersebut, ketika itu Oemar Diyan baru berhasil mencetak 2 generasi alumni dan artinya saya adalah generasi ke delapan Dayah Oemar Diyan. Benar-benar usia yang sangat belia untuk sebuah pusat pendidikan yang berbasis asrama atau pondok. Dapat dimaklumi, tidak semua alumni merasakan bagaimana pendidikan yang ditempuh selama 6 tahun, ada yang 3 tahun, 2 tahun bahkan sebulan, namun bagi saya semuanya adalah sama. Mereka pernah makan salatoh kak yan, merasakan kareng 5 dem, keumamah, krueng lamkareng, pohon sentul, ust yamin, ust jawaher dan semuanya, tidak ada yang beda. Perbedaan yang ada adalah ketika mereka menikmati dan mengambil hikmah dari setiap kejadian yang dinikmati.

Melihat pendidikan yang diterapkan, tidak mudah bagi senior untuk melaksanakan tugas dan amanah dari dayah, mereka kadang harus mngurus anak yang manja, anak yang sangat batat, anak yang kadang tidak tahu A tapi hanya mengerti C. Alakullihal,  terlalu indah jika untuk dikenang, namun pahit dan manisnya yang semua kita rasakan adalah pelajaran yang sangat bernilai, mugkin tak akan pernah dirasakan oleh mereka yang tak pernah kenal oemar diyan..

Sahabat...
Saat saya menulis ini, saya sudah memliki 7 adik kelas yang menjadi alumni artinya sudah ada 15 generasi Oemar Diyan..umur yang sangat mapan ntuk seseorang beralih darimasa belia ke masa remaja,umur yang smkin memantapkan jalan hidupnya...

namun apa yang terjadi, mgkin semua kita tidak memungkiri jika Oemar Diyan saat ini telah sedikit menurun dari segi prestasi, infrastruktur  bangunan, fasilitas yang ada dan juga lainnya..tidak tepat ntuk mnguraikan ini semua karena saya bukan seorang yang berkecimpung didalamnya, dan bukan mengkritik akan tetapi lebih kepada asumsi pribadi yang saya simpulkan selama ini. Menurut saya itu tidak bukan masalah besar, karena banyak sekolah yang infrastruktur dan prasarana yang tidak memadai dapat menghasilkan orang-orang hebat. Semua itu kera[ menjadi obrolan yang kita dengar. Yang menjadi masalah dan ingin saya sampaikan adalah peran kita sebagai alumni, peran kita sebagai santri yang pernah di oemar diyan, apa yang kita berikan dan apa yang telah kita sumbangkan untuk sebuah rahim yang telah melahirkan kita sebagai santri. Sehari, sebulan  setahun tiga tahun dan enam tahun semua dari kita pernah mandi di sugai, maen bola di lapagan ikut pramuka dan lainnya, dan itu semua sama tidak ada yang berbeda.

Namun apakah kita pernah bertanya pada diri kita ! Pertanyaan nya mgkin tidak begitu sulit seperti sulitnya maddah ulumul quran atau membuat teks muhadharah berbahasa arab, atau akting pura-pura sakit karena lari dari tugas.

Simple APAKAH KITA MENCINTAI OEMAR DIYAN? iya...jawaban itu hanya pribadi  kita masing-masing yang mampu menjawab, lalu; apa yang telah kita berikan ke oemar diyan?

Sahabat…
Tidak smua kita sama, itu jelas dan semua mengerti jawabannya, namun kita dapat memberikan jawaban yang menyatukan kita, jawaban yang dapat dijawab oleh smua santri Oemar Diyan...IYA, AKU MENCINTAI OEMAR DIYAN.

Tapi.........
sungguh menyedihkan, saya melihat ratusan alumni dari kita tidak berani mengatakan saya mencintai Oemar Diyan, apalagi ingin menyumbangkan pikiran atau tenaga untuk dayah Oemar Diyan, bukankah kita mengenal zahaba= pergi, hammam= kamar mandi, maujud shabun qalil la? itu dari Oemar Diyan?!. Bukankah kita belajar mandiri, belajar agama di dayah Oemar Diyan? jadi apa yang telah kita berikan ke Oemar Diyan..jika mengatakan SAYA MENCINTAI OEMAR DIYAN saja tidak berani, dimana kehormatan kita untuk mencintai rahim yang telah mendidik kita?, dimana ihtiram kita ntuk rahim yang telah menjaga kita? Yang telah menggantikan orangtua kandung kita! Jika mengatakan itu saja tidak berani, bukan kah kita pcundang...???
Ingatkah kita, hymne oh dayahku...ibuku.....kata terakhir yang harus kita ingat, bukan kah kita harus mencintai ibu kita???

Sahabat...
Mungkin tidak semua kita menjadi ustad/zah yang langsung mengajar dan memberikan kontribusi berarti untuk Oemar Diyan, tapi bukankah kita mngatakan aku cinta oemar diyan adalah hal terkcil yang telah kita sumbangkan??? saya yakin jawaban hati kecil kita adalah iya.

Sahabat,
OemarDiyan adalah ibu kita, setelah ibu kandung, tidak layak jika kita merasakan dibutuhkan oleh seorang ibu, kita adalah anak yang lahir dari rahim mereka,  seharusnya kita yang menjemput ibu, jika ibu kita marah atau ibu kita tersakiti. Ada sebuah isu yang saya mendengar sendiri ( maaf ) jika MUNGKIN ini tak selamanya benar, saya pernah mendegar jika oemar diyan telah membuat sekat degan para alumni, sehingga para alumni segan datang atau hanya berkunjung ke dayah, dikarenakan dayah melarang atau bahkan lebih kasarnya tidak suka degan kedatangan alumni, tunggu..!  sahabat..tolong jangan kita menganggap jika dayah kita tidak akan menerima kita, itu salah.Tapi lihatlah apa penyebabnya, kenapa isu itu dapat tersebar?
saya yakin tdak akan ada dayah yang melarang alumninya ntuk silaturhim, namun jika silaturahim tersebut dengan sebuah keburukan, maka dayah benar dan itu salah kita. isu ini sudah terjadi bebrapa tahun silam
Namun saya melihat semkin hari rasa cinta Oemar Diyan semkin terkikis dari rasa cinta yang kita miliki, OemarDiyan selalu dan tidak akan pernah meminta kita untuk mencintainya namun hati kitalah yang memintanya untuk dicintai, karena kita lahir dari rahimnya..

Sahabat..
Banyak diantara kita yang takut jika diketahui dia adalah santri Oemar Diyan, atau bahkan banyak yang tak peduli lagi tentang Oemar Diyan, namun itu kembali kepada masing-masing, semkin kita merasakan hasil yang kita capai maka boleh dikatakan kita akan smkin cinta Oemar Diyan...semoga..

Oemar Diyan..
kami ini anak mu yang insya Allah tak pernah lupa akan apa yang pernah kami rasakan ketika kami dalam bimbinganmu, namun kami berharap dengan rasa hormat kami kepada dayah tercinta, agar dayah tidak menjadi labi-labi yang tidak kurang dan tidak lebih kerjanya mengangkut penumpang dari indrapuri hingga banda aceh, kemudian kembali lagi dan balik lagi sampai bertahun-tahun, hingga labi-labi tersebut tak pernah diservis atau bahkan lebih dari itu. Kami berharap dalam umur yang sudah lbih dari 20 tahun ini tidak lagi menjadi labi-labi tapi lebih dari itu dan semoga saja..aminn...

Kami juga berharap kepada Oemar Diyan agar selalu membimbing kami dan selalu memberikan kami kenyamanan tentu degan aturan yang telah dayah tetapkan.

Sahabat....
Mungkin tulisan ini amburadul, karena terlalu panjang jika harus di uraikan satu persatu, kembali lagi saya tegaskan saya adalah bukan penulis baik hingga tulisan saya mgkin tidak baik, namun saya ingin maksud dan makna yang baik, kita smua alumni berani mengatakan AKU MENCINTAI OEMAR DIYAN, itu saja..dan semoga Oemar Diyan semkin jaya dalam berbenah tentu dalam mencetak generasi selanjutnya yang lebih mapan untuk menghadapi masa depan dan juga menjadi ibu yang selalu menjadikan anaknya berbakti dan cinta kepadanya..

Sahabat, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada antum smua..
mengatakan cinta Oemar Diyan adalah bagian sumbangan terkecil kita ntuk Oemar Diyan, karena Oemar Diyan akan besar degan alumni yang mencintainya, layaknya dayah dan pesantren yang sudah memiliki nama, mereka besar karena alumni bukan karena orang lain. sebut saja Gontor, Darun najah,Daarut tauhid,Tanoh abee, Mudi Mesra Samalanga dan semua lembaga lainnya..insya Allah.
Dan semoga saja semua hati kita mengatakan ; Aku mencintai Oemar Diyan…

** Dalam tulisan ini saya menganggap alumni adalah mereka yang pernah nyantri di Oemar Diyan. Tulisan ini hanya pikiran yang terlintas namun sulit mengungkapkannya..
Dan saya adalah alumni Oemar Diyan karena saya mencintai Oemar Diyan.

Aku mencintai Oemar Diyan..
»»  READMORE...

Jumat, 09 Desember 2011

Mencintai Apa Adanya



"Jika sekarang Anda memiliki seorang yang sangat dicintai, ingatlah selalu kebaikannya, sayangilah segalanya, agar segala perasaan yang  indah menjadi nyata."


Tahun itu dia mendadak muncul, Xiao Cien namanya. Tampangnya tidak  seberapa. Di bawah dukungan teman sekamar, dengan memaksakan diri aku  bersahabat dengan dia. Secara perlahan, aku mendapati bahwa dia  adalah orang yang penuh pengertian dan lemah lembut.

Hari berlalu, hubungan kami semakin dekat, perasaan di antara kami  semakin menguat, dan juga mendapat dukungan dari teman-teman. Pada  suatu hari di tahun kelulusan kami, dia berkata padaku, "Saya telah  mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi, tetapi di Amerika, dan  saya tidak tahu akan pergi berapa lama, kita bertunangan dulu, bolehkah?"  Mungkin dalam keadaan tidak rela melepas kepergiannya, saya mengangguk.

Oleh karena itu, sehari sesudah hari wisuda, hari itu menjadi hari  pertunangan kami berdua. Setelah bertunangan tidak berapa lama, bersamaan  dengan ucapan selamat dan perasaan berat hati dalam hatiku, dia  menaiki pesawat dan terbang menuju sebuah negara yang asing. Saya juga  mendapatkan sebuah pekerjaan yang bagus, memulai hari bekerja dari jam 9   pagi hingga jam 5 sore. Telepon internasional merupakan cara kami untuk tetap berhubungan dan melepas kerinduan.

Suatu hari, sebuah hal yang naas terjadi pada diriku. Pagi hari, dalam  perjalanan menuju tempat kerja, sebuah taksi demi menghindari sebuah  anjing di jalan raya, mendadak menikung tajam.....

Tidak tahu lewat berapa lama saya pingsan. Saat siuman telah berada di  rumah sakit, dimana anggota keluarga menunggu mengelilingi tempat tidur  saya. Mereka lantas memanggil dokter.

"Pa?" saya ingin memanggilnya tapi tidak ada suara yg keluar.  Mengapa? Mengapa saya tidak dapat memanggilnya? Dokter mendatangiku dan  memeriksa, suster menyuntikkan sebuah serum ke dalam diriku, mempersilahkan  yang lainnya untuk keluar terlebih dahulu.

Ketika siuman kembali, yang terlihat adalah raut wajah yang sedih dari  setiap orang, sebenarnya apa yang terjadi. Mengapa saya tidak dapat  bersuara?  Ayah dengan sedihnya berkata, "Dokter bilang syaraf kamu mengalami luka,  untuk sementara tidak dapat bersuara, lewat beberapa waktu akan membaik."


"Saya tidak mau!" saya dengan berusaha memukul ranjang, membuka mulut  lebar-lebar berteriak, tapi hanya merupakan sebuah protes yang tidak  bersuara. Setelah kembali ke rumah, kehidupanku berubah. Suara telepon yang  didambakan waktu itu, merupakan suara yang sangat menakutkan sekarang ini.  Saya tidak lagi  keluar rumah, juga menjadi seorang yang menyia-nyiakan diri, ayah mulai  berpikir untuk pindah rumah. Dan dia? di belahan bumi yang lain, yang  diketahui hanyalah saya telah membatalkan pertunangan kami, setiap telepon  darinya tidak mendapatkan jawaban, setiap surat yang ditulisnya bagaikan  batu yang tenggelam ke dasar lautan.

Dua tahun telah berlalu, saya secara perlahan telah dapat keluar dari masa  yang gelap ini, memulai hidup baru, juga mulai belajar bahasa isyarat untuk  berkomunikasi dengan orang lain.

Suatu hari, Xiao Cien memberitahu bahwa dia telah kembali, sekarang bekerja  sebagai seorang insinyur di sebuah perusahaan. Saya berdiam diri, tidak mengatakan apapun. Mendadak bel pintu berbunyi, berulang-ulang dan  terdengar tergesa-gesa. Tidak tahu harus berbuat apa, ayah menyeretkan  langkah kakinya yang berat, pergi membuka pintu.

Saat itu, di dalam rumah mendadak hening. Dia telah muncul, berdiri di  depan pintu rumahku. Dia mengambil napas yang dalam, dengan perlahan  berjalan ke hadapanku, dengan bahasa isyarat yang terlatih, dia berkata,  "Maafkan saya! Saya terlambat satu tahun baru menemuimu. Dalam satu tahun  ini, saya berusaha dengan keras untuk mempelajari bahasa isyarat, demi
untuk hari ini. Tidak peduli kamu berubah menjadi apapun, selamanya kamu  merupakan orang yang paling kucintai. Selain kamu, saya tidak akan  mencintai orang lain, marilah kita menikah!"

"Friends are angels who lift us to our feet when our wings have trouble  remembering how to fly." (Unknown, Friendship Quotation)

 

»»  READMORE...

Catatan Kecil dari Haneyya

Catatan Kecil dari Haneyya

      Lebaran idul adha kemarin adalah moment sangat istimewa bagiku, hari itu aku belajar tentang seseorang dan kepada seseorang.
namanya Hanneya, seorang pemuda asal Tiro, kulitnya putih bersih, wajahnya sedikit oval, jelas terlihat diwajahnya ia adalah pemuda yang ramah, senyumnya selalu menebar kasih sayang untuk orang yang mengenalnya bahkan yang tak mengenalnya sekalipun.
                                                                    ***
        6 : 20 Cairo Local Time (CLT )
       Aku sudah turun dari flat tempat tinggalku yang tak jauh dari masjid tempat dilaksanakan shalat idul adha, sampai di masjid kudapati barisan shaf yang masih banyak kosong, aku mencari posisi yang sedikit lebih nyaman, mataku tepat memandang salah satu shaf kosong yang berdekatan dengan bebrapa pohon rindang sebagai penghias jalan, cukuplah pagi sejuk itu membuat diriku nyaman dengan oxygen yang begitu segar, maklum daerah kami adalah area yang baru dibuka dekat dengan padang pasir, hingga debu dan asap kendaraan selalu menemani lingkuangan kami,  5 menit kemudian aku menoleh ke belakang, ternyata shaf yang tadi kosong hampir sesak dipenuhi jama’ah shalat ‘id hari itu.
       Gema takbir terus berkumandang dimana-mana, bahkan di seluruh dunia dengan dimensi waktu yang berbeda turut mengagungkan asma allah, kebahagian tiadatara jelas terlukis disetiap raut wajah kaum muslimin, apalagi mereka yang diberikan kesempatan mengunjungi baitullah di tanah suci. Inilah hari yang mulia.
       6 : 30 CLT
    Sembari menunggu waktu shalat yang akan dilaksanakan pada pukul 6:37 aku terpana melihat seorang pemuda yang sangat tak asing bagiku, ia temanku, dia lebih memilih shaf yang agak ke kiri, sedikit jauh dariku namun aku dapat menatapnya jelas. Tapi pandanganku sedikit tersontak, aku melihat semua wajah jama’ah kala itu tersenyum bahagia, namun wajah itu larut dalam tangisannya, aku mulai bertanya-tanya, menduga-duga, apa yang membuatnya menangis...
         6 : 37 CLT
     Shalatpun dimulai, aku mengambil posisi dalam satu shaf dekat dengannya, sebelum shalat kusalami tangannya, lalu imampun memulai takbiratul ihram, kamipun larut dalam lantunan imam yang begitu merdu..maha benar allah bahwa alquran itu juga mukjizat bagi yang mendegarnya..
       7 : 45 CLT
     Khutbah ‘idil Adha selesai, para jamah bersalam-salaman, tak ketinggalan kami pun ikut bersalaman degan para jama’ah lainnya, aku merasakan mesir yang sangat ramah tamah kala itu. Inilah negri para anbiya.
    Aku masih ingin bertnaya kenapa sahabatku ini menangis dihari bahagia, langsung saja tanpa basa-basi, aku mulai pertanyaanku ; Haneyya, kenapa kamu menangis sebelum shalat!
matanya kembali berbinar, tentu saja buliran bening kembali membuatnya tak kuasa untuk menahannya..
kami pun kembali duduk bersama..
Haneyya sejenak diam seribu bahasa, mungkin ia ingin mencari kata untuk memulainya, bismillah itu awal kalimat yang keluar dari bibirnya.
      Mun ! sebelum shalat aku teringat ummiku, aku teringat hari ini bagaimana beliau sudah merayakan lebarannya, sendiri dirumah, siapa yang menyalaminya? siapa yang membuatnya tertawa pagi ini? aku bingung mun. Aku anak pertama, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, kemarin hari meugang**, seharian penuh aku diam termenung, bertanya, apakah ummiku sudah ada daging dirumah?apakah ummiku sudah makan daging? aku bingung mun, aku tak berdaya disini, aku tak tau harus minta bantuan siapa untuk mengirimkan 1 kg daging untuknya mun, apakah aku durhaka?? sontak kalimat itu membuatku tak dapat menahan diri,  ikut merasakan apa yang dia rasakan.
Hari ini juga  mun, lanjut ceritanya; pagi tadi aku melihat seorang bapak tua yang menjadi sopir bus umum, dia rela meninggalkan keluarganya untuk mencari nafkah dimana hampir semua keluarga berkumpul dan bercanda ria, aku ingat ayahku mun, almarhum ayahku juga seorang supir, aku baru bisa merasakannya sekarang , dulu aku selalu kesal ketika kami tak bisa kumpul bersama dihari raya, ayahku selalu mencari nafkah tambahan untuk adik-adik ku kuliah , aku bersalah mun, aku belum bisa membalas smuanya untuk ayahku mun, namun bliau sudah pergi, dan tak akan pernah kembali, aku sedih!
      Akupun  larut dalam ceritanya, bolamatakupun berkaca-kaca, sungguh haneyya anak yang mulia gumamku dalam hati
 Mun, apakah engkau lihat tadi? Sebelum kita mulai shalat ‘id, saat itu  aku memandang seorang pemulung jalanan dihari yang berbahagia ini ia disibukan dengan sampah-sampah dan sisa makanan mereka orang-orang yang berada, tapi kita kurang bersyukur mun, kita selalu saja mengeluh mun, lihatlah mereka mun, lihatlah orang tua kita, pemulung tadi, apakah mereka bahagia? aku yakin mereka bahagia dengan kebahagiannya tapi sisi lain mereka harus rela mengorbankan semuanya mun, dimanakah kita dari mereka mun?? dimana?? Airmata haneyya pun ikut membuatku menangis karenanya.
Mun. engkau lihat orang kaya tadi?  yang datang shalat bersama keluarganya dengan dua buah mobil mewah, apakah mereka memikirkan orang kecil seperti kita mun??
      Aku merasa berdosa dan jauh dari haneyya, boleh dikatakan aku orang yang berada jika dibandingkan haneyya, ia hanya anak yatim yang hidupnya pas-pasan, tak ada yang lebih indah dihari itu bagiku, karena aku mrasa sangat jauh dari haneyya, aku bahkan tak pernah memikirkan ayahku, bundaku, atau mereka orang-orang sekitarku, kehidupanku telah mematikan rasa peka terhadap sesama, rasa yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang lembut hatinya, seperti haneyya, dalam hati ku bergumam : (terimakasih haneyya, hari ini aku belajar darimu, belajar rasa kasih, rasa sayang, peka sosial yang telah hilang dariku, engkau mngajarkanku arti dari mawaddah, sungguh aku sangat beruntung menjadi shabatmu haneyya) lalu aku memeluk hangat haneyya, pelukan sahabat yang saling mencintai dijalan Allah swt. Dengan suara terbata-bata aku bisikkan kalimat semangat kami : sabar haneyya, qaddarallah ma syaa a wa fa'al wa qaala kullu fi'lihi bil hikmah, smoga kita dapat mengambil hikmahya ) Tanpa banyak bicara aku diam dan menahan sekuat mungkin rasa haruku, hingga kami meninggalkan masjid Al Salam menuju rumah kami masing-masing dengan perasaan pilu ternyata aku kalah jauh dari haneyya yang lembut hatinya.
       Sahabat..itulah bayangan haneyya hingga ia menangis tersedu-sedu, karena umminya sekarang tinggal sendiri di Tiro, adik-adiknya sedang menempuh pendidikan di perantauan, 8 bulan yang lalu ayahnya telah berpulang ke rahmatullah.
       Hingga saat ini, aku masih bertanya-tanya, sejauhmana aku mengabdi kepada orangtuaku? sejauh mana aku mengingat mereka dalam perantauanku, apakah aku selalu mendoakan mereka? Bukankah harapan merka adalah anak yang saleh yang selalu mendoakannya ketika mereka telah tiada…

With love…

Maafkan aku!  Ayah..Bunda…



** Meugang adalah salah satu Meugang adalah salah satu tradisi yang ada dalam masyarakat Aceh yang telah ada sejak berabad yang lalu yaitu acara membeli daging, memasak daging dan menikmatinya bersama-sama baik dengan keluarga bahkan ada yang mengundang anak yatim untuk menikmati kebersamaan hari meugang ini.
*** semoga bermanfaat dengan catatan kecil serba kekurangan ini.
»»  READMORE...