Jumat, 09 Desember 2011

Catatan Kecil dari Haneyya

Catatan Kecil dari Haneyya

      Lebaran idul adha kemarin adalah moment sangat istimewa bagiku, hari itu aku belajar tentang seseorang dan kepada seseorang.
namanya Hanneya, seorang pemuda asal Tiro, kulitnya putih bersih, wajahnya sedikit oval, jelas terlihat diwajahnya ia adalah pemuda yang ramah, senyumnya selalu menebar kasih sayang untuk orang yang mengenalnya bahkan yang tak mengenalnya sekalipun.
                                                                    ***
        6 : 20 Cairo Local Time (CLT )
       Aku sudah turun dari flat tempat tinggalku yang tak jauh dari masjid tempat dilaksanakan shalat idul adha, sampai di masjid kudapati barisan shaf yang masih banyak kosong, aku mencari posisi yang sedikit lebih nyaman, mataku tepat memandang salah satu shaf kosong yang berdekatan dengan bebrapa pohon rindang sebagai penghias jalan, cukuplah pagi sejuk itu membuat diriku nyaman dengan oxygen yang begitu segar, maklum daerah kami adalah area yang baru dibuka dekat dengan padang pasir, hingga debu dan asap kendaraan selalu menemani lingkuangan kami,  5 menit kemudian aku menoleh ke belakang, ternyata shaf yang tadi kosong hampir sesak dipenuhi jama’ah shalat ‘id hari itu.
       Gema takbir terus berkumandang dimana-mana, bahkan di seluruh dunia dengan dimensi waktu yang berbeda turut mengagungkan asma allah, kebahagian tiadatara jelas terlukis disetiap raut wajah kaum muslimin, apalagi mereka yang diberikan kesempatan mengunjungi baitullah di tanah suci. Inilah hari yang mulia.
       6 : 30 CLT
    Sembari menunggu waktu shalat yang akan dilaksanakan pada pukul 6:37 aku terpana melihat seorang pemuda yang sangat tak asing bagiku, ia temanku, dia lebih memilih shaf yang agak ke kiri, sedikit jauh dariku namun aku dapat menatapnya jelas. Tapi pandanganku sedikit tersontak, aku melihat semua wajah jama’ah kala itu tersenyum bahagia, namun wajah itu larut dalam tangisannya, aku mulai bertanya-tanya, menduga-duga, apa yang membuatnya menangis...
         6 : 37 CLT
     Shalatpun dimulai, aku mengambil posisi dalam satu shaf dekat dengannya, sebelum shalat kusalami tangannya, lalu imampun memulai takbiratul ihram, kamipun larut dalam lantunan imam yang begitu merdu..maha benar allah bahwa alquran itu juga mukjizat bagi yang mendegarnya..
       7 : 45 CLT
     Khutbah ‘idil Adha selesai, para jamah bersalam-salaman, tak ketinggalan kami pun ikut bersalaman degan para jama’ah lainnya, aku merasakan mesir yang sangat ramah tamah kala itu. Inilah negri para anbiya.
    Aku masih ingin bertnaya kenapa sahabatku ini menangis dihari bahagia, langsung saja tanpa basa-basi, aku mulai pertanyaanku ; Haneyya, kenapa kamu menangis sebelum shalat!
matanya kembali berbinar, tentu saja buliran bening kembali membuatnya tak kuasa untuk menahannya..
kami pun kembali duduk bersama..
Haneyya sejenak diam seribu bahasa, mungkin ia ingin mencari kata untuk memulainya, bismillah itu awal kalimat yang keluar dari bibirnya.
      Mun ! sebelum shalat aku teringat ummiku, aku teringat hari ini bagaimana beliau sudah merayakan lebarannya, sendiri dirumah, siapa yang menyalaminya? siapa yang membuatnya tertawa pagi ini? aku bingung mun. Aku anak pertama, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, kemarin hari meugang**, seharian penuh aku diam termenung, bertanya, apakah ummiku sudah ada daging dirumah?apakah ummiku sudah makan daging? aku bingung mun, aku tak berdaya disini, aku tak tau harus minta bantuan siapa untuk mengirimkan 1 kg daging untuknya mun, apakah aku durhaka?? sontak kalimat itu membuatku tak dapat menahan diri,  ikut merasakan apa yang dia rasakan.
Hari ini juga  mun, lanjut ceritanya; pagi tadi aku melihat seorang bapak tua yang menjadi sopir bus umum, dia rela meninggalkan keluarganya untuk mencari nafkah dimana hampir semua keluarga berkumpul dan bercanda ria, aku ingat ayahku mun, almarhum ayahku juga seorang supir, aku baru bisa merasakannya sekarang , dulu aku selalu kesal ketika kami tak bisa kumpul bersama dihari raya, ayahku selalu mencari nafkah tambahan untuk adik-adik ku kuliah , aku bersalah mun, aku belum bisa membalas smuanya untuk ayahku mun, namun bliau sudah pergi, dan tak akan pernah kembali, aku sedih!
      Akupun  larut dalam ceritanya, bolamatakupun berkaca-kaca, sungguh haneyya anak yang mulia gumamku dalam hati
 Mun, apakah engkau lihat tadi? Sebelum kita mulai shalat ‘id, saat itu  aku memandang seorang pemulung jalanan dihari yang berbahagia ini ia disibukan dengan sampah-sampah dan sisa makanan mereka orang-orang yang berada, tapi kita kurang bersyukur mun, kita selalu saja mengeluh mun, lihatlah mereka mun, lihatlah orang tua kita, pemulung tadi, apakah mereka bahagia? aku yakin mereka bahagia dengan kebahagiannya tapi sisi lain mereka harus rela mengorbankan semuanya mun, dimanakah kita dari mereka mun?? dimana?? Airmata haneyya pun ikut membuatku menangis karenanya.
Mun. engkau lihat orang kaya tadi?  yang datang shalat bersama keluarganya dengan dua buah mobil mewah, apakah mereka memikirkan orang kecil seperti kita mun??
      Aku merasa berdosa dan jauh dari haneyya, boleh dikatakan aku orang yang berada jika dibandingkan haneyya, ia hanya anak yatim yang hidupnya pas-pasan, tak ada yang lebih indah dihari itu bagiku, karena aku mrasa sangat jauh dari haneyya, aku bahkan tak pernah memikirkan ayahku, bundaku, atau mereka orang-orang sekitarku, kehidupanku telah mematikan rasa peka terhadap sesama, rasa yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang lembut hatinya, seperti haneyya, dalam hati ku bergumam : (terimakasih haneyya, hari ini aku belajar darimu, belajar rasa kasih, rasa sayang, peka sosial yang telah hilang dariku, engkau mngajarkanku arti dari mawaddah, sungguh aku sangat beruntung menjadi shabatmu haneyya) lalu aku memeluk hangat haneyya, pelukan sahabat yang saling mencintai dijalan Allah swt. Dengan suara terbata-bata aku bisikkan kalimat semangat kami : sabar haneyya, qaddarallah ma syaa a wa fa'al wa qaala kullu fi'lihi bil hikmah, smoga kita dapat mengambil hikmahya ) Tanpa banyak bicara aku diam dan menahan sekuat mungkin rasa haruku, hingga kami meninggalkan masjid Al Salam menuju rumah kami masing-masing dengan perasaan pilu ternyata aku kalah jauh dari haneyya yang lembut hatinya.
       Sahabat..itulah bayangan haneyya hingga ia menangis tersedu-sedu, karena umminya sekarang tinggal sendiri di Tiro, adik-adiknya sedang menempuh pendidikan di perantauan, 8 bulan yang lalu ayahnya telah berpulang ke rahmatullah.
       Hingga saat ini, aku masih bertanya-tanya, sejauhmana aku mengabdi kepada orangtuaku? sejauh mana aku mengingat mereka dalam perantauanku, apakah aku selalu mendoakan mereka? Bukankah harapan merka adalah anak yang saleh yang selalu mendoakannya ketika mereka telah tiada…

With love…

Maafkan aku!  Ayah..Bunda…



** Meugang adalah salah satu Meugang adalah salah satu tradisi yang ada dalam masyarakat Aceh yang telah ada sejak berabad yang lalu yaitu acara membeli daging, memasak daging dan menikmatinya bersama-sama baik dengan keluarga bahkan ada yang mengundang anak yatim untuk menikmati kebersamaan hari meugang ini.
*** semoga bermanfaat dengan catatan kecil serba kekurangan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar